Monday, January 29, 2007

“Di Que Si” dan Mimpi-mimpi a la Amerika

Bermula dari penjaga VCD rental yang sok tahu, akhirnya aku malah dapat berkah. Semua ini bermula saat aku minta dicarikan film-film Perancis. Setelah menyebut beberapa judul film Perancis yg sudah pernah kutonton, aku berharap penjaga itu akan menawariku yang lain. Dan dengan gaya mantap, ia pun menyebut sebuah judul film: Di Que Si. Aku sempat ragu, tapi berhubung aku juga tidak tahu bahasa Perancis, aku nurut-nurut saja. Dan rupanya keraguanku terbukti. Setelah kutonton di rumah, ternyata itu film Spanyol!

Sempat bersungut-sungut sambil menyumpahi penjaga VCD rental yang dapat nilai E untuk pelajaran Geografinya gara-gara tidak tahu bedanya Perancis dan Spanyol, akhirnya aku tenggelam juga menikmati film itu. Dari sekian banyak pemain di film itu, hanya ada satu pemeran yang seingatku pernah kulihat. Ya, si jelita Paz Vega (ingin tahu kejelitaannya, klik di sini).

Lambat-laun akhirnya kejengkelanku dengan si penjaga rental terlupakan. Dalam Di Que Si aku mendapatkan pengalaman tontonan baru. Film besutan sutradara Juan Calvo yang diproduksi tahun 2004 ini mengisahkan dua tokoh yang semula tidak saling kenal, Estrella (diperankan Paz Vega) dan Victor (Santi Millan). Estrella yang pemain teater itu memimpikan menjadi bintang film tenar di dunia hiburan, terutama televisi. Sementara, Victor, bujang lapuk yang amat membenci televisi itu sehari-hari bekerja sebagai portir di sebuah bioskop yang khusus memutar film-film klasik, terutama produksi Hollywood.

Keduanya bertemu dalam ketidaksengajaan yang serba mendadak dalam sebuah program tontonan kenyataan (reality show) di sebuah stasiun televisi. Program itu bernama Di Que Si atau berarti Say I Do. Isi program itu "mengadu" dua pasangan. Pasangan paling mesra dan paling klop dalam acara tersebut berhak mendapat liburan gratis. Usai liburan bersama itu mereka akan mendapat hadiah lebih besar lagi jika kemudian memutuskan menikah.

Tentu saja Estrella dan Victor terkejut karena sejak mula mereka tidak menghendaki berada di dalam acara itu, apalagi sampai menikah. Uniknya, dalam kekacauan itu mereka justru dinilai pemirsa sebagai pasangan yang klop. Poling sms pemirsa yang menentukan pemenang pun jatuh pada mereka.

American Dream”
Begitulah, sebuah impian yang coba diraih lewat mediasi industri tontonan terrepresentasi dalam Di Que Si. Meskipun amat dini untuk menyimpulkan bahwa ini juga representasi atas kondisi masyarakat Spanyol pada umumnya, tetapi paling tidak lewat Di Que Si kita dapat melihat bagaimana logika Amerika (baca: Hollywood) lebih dominan ketimbang cara pandang lain.

Estrella bermimpi menjadi artis tenar bermodalkan citra tubuh dan kemolekan pada umumnya seperti konstruksi media dan logika Amerika selama ini. Sementara, Victor yang dicitrakan sebagai laki-laki klasik, nerd, dan tradisional yang memilih cara hidupnya sendiri pun akhirnya harus tunduk pada dominasi logika besar lain, dalam hal ini disimbolkan oleh program reality show sebagai salah satu tentakel industri tontonan.

Satu hal yang menarik adalah fakta bahwa film ini meski diproduksi Columbia Pictures, tetapi dibuat di Eropa bukan di Amerika. Lewat hal ini kita masih melihat tarik-ulur dalam berbagai hal soal dominasi-mendominasi dalam hal logika pikir, cara hidup, hingga pertentangan budaya. Selain itu, mempertanyakan “realitas" atau "kenyataan” dalam sebuah tayangan reality show juga hadir sebagai salah satu bentuk interpretasi sang pembuat film atas kenyataan dalam tontonan itu sendiri. Artinya, cita rasa Spanyol masih tampak dalam samudera Amerikanisasi. Selain lewat penokohan yang khas merepresentasikan orang latin Spanyol (meski dalam konteks urban), cita rasa Spanyol itu juga muncul lewat cara penafsiran realitas yang sedikit berbeda dibanding cara pandang dominan. Sayangnya, produksi dan distribusi film ini tetap harus berpangku pada korporasi multinasional yang memang amat dominan, yakni Columbia Pictures dan Sony Pictures Releasing International.

Apapun, sebagai sebuah tontonan itu sendiri, Di Que Si tetap amat pantas untuk direkomendasikan sebagai tontonan yang segar nan menggelitik. Tentu, jika kamu belum alergi dengan yang namanya tertawa. ^_^

[mm]



Labels:

1 Comments:

At March 31, 2007 at 11:43 AM , Anonymous Anonymous said...

ehm..
terlepas dari bumbu-bumbu mimpi amerika dan representasi atas demam reality show, menurutku, film ini benar-benar menarik
ceritanya ringan, konyol sekaligus mengharukan
two thumbs up lah pokoknya

^_^

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home